Selasa, 28 April 2009

filsafat ilmu

1.Jelaskas secara komprehensif pengertian reflective thinking, receptive thinking, dan inquiry?
1.a. Reflektif thinking
Reflectif thinking, yaitu berfikir refleksi yaitu cara berfikir dengan mengambil ruang diantara berfikir deduktif dan berfikir induktif, materi berfikir ini dikenalkan oleh John Dewey, langkah-langkahnya yaitu :
1). The felt need.(suatu kebutuhan )
2). The problem (menetapkan masalah ).
3). The Hiphotesis menyusun hipotesis ).
4). Collection of data as avidence merekam data untuk pembuktian ).
5). Conclouding belief (kesimpulan yang diyakini kebenarannya)
6). General value of the conclution.( memformulasikan kesimpulan umum ).
Refleksi adalah mencermati apa yang sudah terjadi (reflecting). Dari terselesainya refleksi lalu disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu seterusnya. Adapun metodenya dalam tahapan – tahapan reflektif thinking.
Metode reflective thinking pada umumnya melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Adanya kesadaran kepada sesuatu permasalahan
Biasanya. Dimulainya apabila kita ingin tahu kepada sesuatu, atau apabila ada beberapa permasalahan yang pasti yang harus dipecahkan. Kesanggupan untuk menyatakan masalah secara jelas dan tepat sangatlah penting. permasalahan itu mulai berjalan apabila ada sesuatu hambatan atau kesulitan Tanpa penjelasan masalah yang jelas, kita tidak akan tahu fakta apa yang harus dikumpulkan.

2. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
Untuk masalah yang sederhana, data mungkin mudah diperolehnya, namun untuk yang lainnya mungkin memerlukan waktu berbulan – bulan atau bertahun – tahun untuk memerlukan data yang diperlukan. Fakta yang ingin kita peroleh kadang – kadang kita temukan melalui penelitian seksama.
3. Data yang terorganisir
Yaitu yang telah disusun/dihitung, dianalisis dan diklasifikasi. Perlu kiranya diadakan perbandingan dan perbedaanya, dan diusahakan agar data itu mempunyai arti. Perhitungan, analisis, dan klasifikasi merupakan dasar metode yang ilmiah.
4. Formulasi hipotesis
Berbagai pemecahan masalah sementara mungkin akan terjadi kepada ilmuan pada waktu memproses, menganalisis dan mengklasifikasi. Saran – saran probabilitasnya untuk diuji. Tidak ada pembatas dalam jumlah hipotesis yang ia rencanakan. Sementara itu tidak ada peraturan yang kaku untuk memformulasikannya, sebuah hipotesis harus masuk di akal, harus menjadi sebuah deduksi untuk diuji, dan harus merupakan penunutun untuk penelitian berikutnya.
5. Deduksi harus berasal dari hipotesis
Dalam mengambil kesimpulan prinsip logika formalakan membantu atau perkiraan yang mungkin timbul sewaktu sipeneliti itu sedang menguji permasalahan atau pokok soal yang sedang ia kerjakan. Ia akan memilih dari sekumpulan data yang sedang ia kerjakan, suatu data yang sangat dekat kita. Matematik mungkin akan membantu kita untuk menemukan bentu – bentuk perumusan dan hubungan – hubungannya, yang akan ditemukan dalam penelitian tersebut.mempertimbangkan contoh mengungkapkan deduksi yang bersal dari hipotesis, seperti berikut: “seandainya A dan B itu benar, maka C pun harus benar”. Hal ini mengarah kepada langkah selanjutnya.
6. Pembuktian kebenaran verifikasi
Setelah ditentukan dengan cara analisis deduktif, apapun akan benar seandainya hipotesis itu benar, kemudian kita lihat apakah kondisi – kondisi lainnya sebagai suatu kenyataan itu benar pula. Seandainya itu menyatakan benar, maka hipotesis kita telah dibuktikan kebenarannya.
Keenam langkah itu dapat dilaksanakan, di manapun reflective thinking ini dijalankan. Seandainya metode ilmiah ini dapat dimengerti secara keseluruhannya, maka ia dapat diterapkan kepada setiap lapangan pengalaman manusia. Mereka yang mengklaim bahwa metode ilmiah itu sangat terbatas sifatnya, biasanya mereka menerapkannya dalam bidang yang terbatas, dimana bahan penelitiaanya sangat obyektif dan mungkin hasilnya dinyatakan secara matematis atau dalam bentuk kuantitatif. Misalnya di mana seseorang bekerja dalam bidang ilmu alam menggunakan istilah ilmu pengetahuan dan metode ilmu pengetahuan yang dipergunakan dalam bidang ilmu sosial.
1.b. Receptive thingking
Adalah dapat menerima pengetahuan yang diperoleh/diterima sebagai fakta dengan sikap menerima apa adanya dan ini mulai dilakukan manusia pada zaman sejarah (500-600 tahun sebelum masehi). dimana manusia mempunyai kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Receptive thinking pada ilmuan yaitu siap secara moral dan mudah menerima gagasan/pendapat baru, seorang ilmuan dituntut untuk tidak picik dalam pandangannya, ia harus mau menerima dan memberi tempat pada orang lain utuk menguji validitas semua teori yang digunakan ( sumantri, 1985: 13)
1.c. Inquiry/ Inkuiri
Adalah suatu metode untuk mengkaji kenyataan–kenyataan mengenai sesuatu, atau metode untuk menyelidiki dan mengumpulkan informasi mengenai sesuatu. Maka dengan pengertian yang sempit itu, sistem inquiry identik dengan suatu metode untuk meneliti sasaran tertentu.
Inquiry dalam arti luas adalah suatu komplek kegiatan keilmuan (berpikir ilmiah dan melakukan kegiatan–kegiatan ilmiah) yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang dimaksud disini, ialah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
Dengan demikian, sistem inkuiry bukan sekedar “metode” tetapi suatu “entity” atau wujud kebulatan, yang terdiri dari serangkaian aktivitas ilmiah.bahkan metode – metode yang dipergunakan tiada lain adalah sarana penunjang bagi kegiatan inquiry itu sendiri.
Hornby dalam dictionary-nya menunjukkan synonymous antara istilah inquiry dan investigation yang bermakna “penyalidikan”.apapun yang dipergunakan, namun yang ditonjolkan adalah kecenderungan manusia untuk meneliti sesuatu karena didorong oleh “keinginannya untuk mengetahui sesuatu itu”, dengan kata lain: ingimn memperoleh pengetahuan yang benar mengenai sesuatu. Menurut David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Trough Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak : inquiry merupan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memncing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiri berkaitan dengan aktivitas dan ketrampilan aktif yang fokus padapencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuasakan rasa ingi tahu (haury,1993)
2. Jelaskan kritik terhadap revolusi paradigma ilmu dari Kuhn?
Mengenai definisi paradigma ada yang menyatakan sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan–pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan, bagaimana seharusnya suatu pernyataan dikemukakan dan kaidah – kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh (Ihalauw, 1985: 19).
Istilah paradigma menjadi dikenal setelah Thomas Kuhn memperkenalkan paradigma kerangka keyakinan (komitment intelek) yang terbatas pada kegiatan keilmuan. Dalam bukunya Structure of Scientific Revolution (Kuhn, 1962), Kuhn menekankan sifat revolusioner dari kemajuan ilmiah. Revolusi keilmuan dilakukan dengan membuang suatu struktur teori lama dan menggantikan dengan yang baru.
Sebenarnya kuhn tidak memiliki konsep-konsep yang yang ketat dan konsisten dalam menerangkan arti, namun pada umumnya Kuhn mengartikan paradigma sebagai bebrapa contoh praktek ilmiah actual yang diterima , misalnya : teori, aplikasi, dan instrumentasi bersama-sama yang memberikan model-model dan menjadi sumber tradisi-tradisi koheren particular riset ilmiah (kuhn the structure)
Model perubahan keilmuan yang dikemukan Kuhn, diawali oleh dominasi paradigma tertentu sehingga terjadilah akumulasi ilmu pengetahuan. Tahapan ini disebut normal science, pada masa ini aktivitas pemecahan masalah berjalan dengan lancar dibimbing oleh aturan – aturan paradigma tertentu. Ilmuan (pada masa normal science) tak perlu bersifat kritis karena pekerjaan tidak membutuhkan tantangan baru. Tahapan selanjutnya adalah anomaly, pada saat terjadi penyimpangan – penyimpangan subtansial yang terjadi dilapangan yang secara empiris tidak disinari oleh kebenaran paradigma ilmiah yang sedang berlaku. Apabila kebenaran paradigma ilmu sulit dipertahankan terjadilah krisis keilmuan yang harus segera diikuti oleh revolusi keilmuan. Pada saat itu paradigma lama ditinggalkan untuk diganti oleh paradigma baru. Ciri dari paradigma Kuhn adalah mengajak para ilmuan untuk saling terbuka dalam sifat open-ended (yaitu bersedia menadah ilmu pengetahuan baru).
3. Jelaskan terjadinya reorientasi atau biasa disebut sebagai “pemberontakan” terhadap paradigma–paradigma penelitian?
Akibat adanya perkembangan pemikiran Yunani maka timbul adanya perbedaan dalam paradigma ilmu pengetahuan. Hal ini karna pengetahuan yang berdasar empirisme pasti berbeda dengan pengetahuan yang berrdasar pada rasionalisme serta positivisme, mexisme dll, karma masing-masing aliran ini mempunyai cara pandang sendiri tentang hakekat sesuatu serta memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang hakekat kebenaran.menurut Ritzer (1980) perbedaan aliran filsafat yang dijadikan dasar berfikir oleh para ilmuan akan berakibat pada perbedaan paradigma yang dianut.
Selain itu suatu pendekatan atau metode ilmiah,juga tidak lepas dari kebaikan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian. karna itu untuk dapat memberi pertimbangan dan keputusan mana yang lebih baik atau lebih cocok menggunakan suatu pendekatan terlebih dahulu perlu perlu dipahami masing-masing pendekatan tesebut.
Dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan, suatu teori yang dipandang sudah tidak baik dan dikalahkan oleh teori baru, maka teori yang ditumbangkan tersebut pasti tidak berlaku lagi. Dengan kata lain, jika suatu teori belum tumbang pasti memiliki keampuhan “Perjuangan”.
Tumbuhnya penelitian kualitatif tidak dapat dikatakan ringan, Ketika beberapa ahli mencoba memperkenalkan jenis penelitian yang dimulai dari lapangan secara grounded, para peneliti kuantitatif yang sudah muncul terlebih dahulu menentangnya dengan keras. Mereka berpendapat bahwa penelitian kualitatif yang mengumpulkan datanya dipandang tidak sistematis, sangat indifidual, kurang ilmiah dan sukar dilakukan pelacakan terhadap data yang terkumpul (karena tidak mungin mengulangi peristiwa yang sudah lampau) juga diragukan hasilnya. Ketika para peneliti kualitatif telah berhasil meyakinkan prinsip-prinsip keilmiahan dari penelitiannya, terpaksa “tenggelam” sebentar karena kalah dalam publikasi . Namun, akhirnya secara berangsur-angsur nasib penelitian kualitatif semakin baik, dan sejak kira-kira tahun 1990 pendekatan kualitatif tersebut dapat diterima oleh masyarkat ilmiah.
4. Jelaskan secara komprehensif masing–masing paradigma penelitian yang anda ketahui?
• PARADIGMA MASTERMAN
Masterman memberi dasar pemikiran tentang paradigma yang memiliki sifat universalisme, komunalisme dan memasang jarak/dan keterlibatan emosional (Ritzer, 1985: dan Ihalaw, 1985). Menurut Masterman paradigma menggariskan apa yang dipelajari oleh komunitas keilmuan tertentu. Paradigma akan mengarahkan perilaku ilmiah untuk menyelidiki guna mendapatkan apa yang hendak diminati dengan ekplisit. Masterman membagi paradigma menjadi tiga. Metaphysical paradigm yaitu menunjuk pada obyek yang eksplisit, minat keilmuan, dan kegiatan keilmuan. Sociological paradigm yaitu kebiasaan nyata, norma, hukum yang telah diterima masyarakat umum. Dan construct paradigm yaitu dasar disiplin ilmu tertentu yang mencakup pokok persoalan dan apa yang seharusnya dipelajari.
• PARADIGMA KUANTITATIF DAN PARADIGMA KUALITATIF
Masalah kuantitatif dan kualitatif hingga kini masih menjadi perdebatan/meski para ilmuan pada bidang tertentu memandang bukanlah merupakan hal yang bersifat dikotomis melainkan merupakan suatu kontinu. Sekelompok ilmuan juga memandang bahwa metode manapun yang akan digunakan sebenarnya tergantung pada problematiknya. Bila problematik memerlukan jawaban kualitatif maka metode yang digunakan harus kualitatif, demikian pula, bila problematik bersifat kuantitatif maka yang digunakan harus metode kauntitatif. Juga ada sekelompok ilmuan yang mengatakan bahwa kedua metode tersebut saling menunjang, dengan suatu harapan bahwa dengan cara begitula penelitian akan dapat menyajikan hasil yang mantap dan jitu.
Mengukur derajat kepercayaan sebuah penelitian kualitatif banyak perspektifnya, yang meliputi definisi dan prosedur. Salah satu diantaranya, adalah yang mencari ekuivalennya yang paralel dengan tradisi penelitian kuantitatif yang mengacu pada validitas. Seperti, Goetz dan LeCompte (1984) mencari paralelnya validitas. Dan reliabilitas dangan penelitian survey dan eksperimen. Hal inmi disebabkan banyaknya kritik para pakar penelitian kuantitativ yang meragukan validitas dan reliabilitas penelitian kualitatif.
Mereka mempertanyakan validitas penelitian eksperimental daalam penelitian-penelitian etnografis, terutama dalam aspek-aspek sejarah, maturasi, efekpengamatan,seleksi, regresi, kematian subjek selama proses penelitian (mortality), dan kesimpulan. Juga dipertanyakan validitas eksternalnya yang akan mengurangi derajat komparabilitas dan transferabilitas penelitian tersebut, (Goetz dan La Compte,1984:225-229).
Prespektif lain adalah yang meragukan pemakaian terminology penelitian kuantitatif dalam penelitian kualitatif, yang dipandang sebagai memfasilitasi dan penerimaan penelitian kualitatif dalam dunia kuantitatif. Hal ini akan mengaburkan konsep-konsep prinsipil dalam penelitian kualitatif dan merupakan sikap yang defensive saja, karena bahasa penelitian kuantitatif tidak sama tidak edukat untuka menampung pikiran dan konsep penelitian kualitatif.
• KARL R. POPPER
Pada bagian perkembangan ilmu pengetahuan sebagai produk berpikir, Karl R. Popper melontarkan sebuah teori tentang Falsifikasionisme (Chalmers, 1983: 63-71 : Popper, 1968: dan Alfons Taryadi, 1989), baginya kaum skeptis mungkin benar bahwa tidak ada ilmu pengetahuan yang benar. Teori keilmuan dapat berkembang melalui uji keras dengan bentuk eksperimen dan observasi. Kalau salah (refutability) maka akan diganti oleh teori yang lebih baik, tetapi apabila benar maka teori itu telah di-corroboration (dikuatkan). Dengan demikian tidak ada batas kebenaran mutlak (absolut) dari ilmu pengetahuan yang berlaku secara universal. Kalau teori bisa dikaji lewat hipotesis, dan hipotesis adalah falsifikasi (bisa salah atau benar), maka tida ada kebenaran yang universal. Semua pendapat ilmiah dapat digugurkan, apabila tidak demikian dunia ini akan memiliki semua hal.
Contoh: Semua teori akan mengandung kebenaran, karena berlaku untuk menerangkan setiap phenomena sosial yang tampak.
Lincoln dan Guba menggunakan istilah-istilah alternative yang lebih sesuai dengan norma-norma naturalistik (1985:300). Misalnya, untuk menentukan derajat keterpercayaan penelitian, mereka menggunakan istilah-istilah seperti kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, sebagai ekuivalen pihak penelitian naturalistic untuk validitas internal, reliabilitas, dan objektivitas. Dalam operasionalisasinya digunakan tenik perpanjangan waktu dilapangan, triangulasi, data sumber, dan metode, serta para investigator untuk mencapai kredibilitas. Untuk menjamin bahwa hasil penelitian mamp dialihpahamkan antara peneliti dengan yang diteliti, maka penjelasan atau deskripsi harus pamjang lebar, dan tebal (thick description). Sebagai pengganti reliabilitas, digunakan dependabilitas yang akan memungkinkan perubahan dan isntabilitas. Penelitian naturalistic/kualitatif akan lebih menilai data yang memiliki konfirmabilitas dari pada objektivitas, yang dicaoai dengan mengaudit proses penelitian.
Lebih jauh mengenai validitas, Eisner (1991, dalam Creswell, 1998) mengemukakan untuk mengganti validitas lebih baik didiskusikan kredibilitas penelitian. Ia mengemukakan standard yang dipakainya seperti dukungan structural, konsensusvalidasi, dan adekuasi referensial. Dalam dukungan structural, peneliti menggunakan berbagai tipe data untuk mendukung atau menolak penafsiran. Ia memberikan ilustrasi tentang persamaan meneliti dengan pekerjaan seorang detektif, yang mengumpulkan sedikit demi sedikit alat bukti untuk membentuk ala keseluruhan. Pada tahap ini peneliti mencari tindakan dan perilaku yang berulan-ulang untuk menolak bukti atau penafsiran yang bertentangan.
Ia merekomendasikan kredibilitas yang ditunjukkan dengan bukti-bukti dukungan dengan kuat yang akan meyakinkan para penilai atau penguji. Validasi yang dicapai dengan kinsensus,adalah kesepakatan diantara orang-orang yang kompeten bahwa deskrisi, penafsiran, evaluasi dan tema dari situasi pendidikan sudah benar. Refrensi yang diberikan untuk adekuasinya sebuah penelitian, menurut Eisner, adalah tujuan dari sebuah kritik untuk menjelaskan pokok permasalahan, dan dengan demikian akan menghasilkan persepsi dan pengertian yang sensitive dan kompleks dari manusia dipihak pembaca, penilai penelitian....
5. Coba jelaskan dengan analogi: krisis yang ada di Indonesia?
Banyak sekali krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia berkepanjangan sampai sekarang ini, krisis di Indonesia merupakan sebuh lingkaran setan atau dapat dikatakan bagai mengurai benang kusut yang tidak diketahui ujung pangkalnya, semua sektor mendukung untuk menjadikan krisis yang ada di Indonesia ini. faktor yang menyebabkan krisis di Indonesia, mulai dari instansi pemerintah di tingkat desa sampai tingkat atas banyak terdapat penyimpangan dan ketidak jujuran, hal ini didukung pula oleh keadaan masyarakat yang tidak kondusif. Secara tidak langsung hal ini berpengaruh terhadap semua sektor, antara lain pendidikan, ekonomi, perdagangan dll.
Krisis ini sebenarnya sudah lama ada tapi mulai nampak pada akhir tahun 1997 disaat itu masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah, kondisi masyarakat yang semakin hari tidak semakin baik, tetapi pemerintah disaat itu tidak cepat tanggap dengan keadaan itu. sehingga ketidakpercayaan dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa serta masyarakat yang mengadakan aksi demonstrasi untuk menuntut pemerintah agar turun atau mundur dari kekuasaanya, itu semua sebagai tanggung jawab pemerintah karena kinerjanya dianggap sudah tidak mampu dan tidak pecus dalam mengayomi, melindungi dan memakmurkan Negara tercinta ini.
melihat hal ini, krisis moral dan spiritual adalah pangkal dan sumber dari krisis di segala bidang. hal ini dapat kita lihat tidak hanya di Indonesia saja, bahkan seluruh penjuru dunia banyak yang sedang mengalami krisis spiritual dan moral, walaupun kecerdasan intelektual juga disadari mengalami kemajuan pesat. Akibatnya seiring kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang tidak diimbangi oleh moral dan mental yang baik dari pemakainya maka, mau tidak mau pasti menghasilkan bom waktu yang tiap saat bisa meledak atau hanya tinggal menunggu waktu kehancuran suatu bangsa atau masyarakatnya.
Dan sebagai puncaknya pada 1999 mahasiswa serta masyarakat turun kejalan untuk mengeluarkan dan mengekspresikan keinginan mereka. Keadaan yang demikian akhirnya memaksa pemerintah untuk mundur saat itu juga. Ketika pemerintahan telah mundur dari kekuasaannya krisis negeri ini tidak berhenti disitu saja, krisis kepecayaan ini mulai menular pada banyaknya investor asing yang takut untuk menanamkan modal.setelah itu muncullah krisis-krisis yang lain. Yang menjadikan negeri ini semakin terpuruk. berikut ini krisis yang timbul setelah era Revormasi.
. Menelusuri rentetan panjang garis sebab akibab ini, dapat disimpulkan bahwa faktor pertama dan utama penyebab krisis ini adalah “pendidikan”, terutama pendidikan moral dan spiritual. Pendidikan moral dan spiritual yang buruk dan kurang bermutu merupakan awal dari munculnya sebuah krisis, sebab walaupun dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern sekalipun, bila moralnya rusak maka, tidak akan membawa bangsa dan Negara ini menjadi lebih baik, bahkan sebaliknya.
Hal ini dapat kita lihat dari kebangkrutan ekonomi Indonesia disebabkan karena kebanyakan penduduk berkecenderungan memperoleh kekayaan material sebanyak mungkin melalui jalan manapun. Adakalanya mereka melakukan lewat produksi yang sarat dengan persaingan baik secara individual maupun sosial. Moralitas persaingan mendorong sistem ekonomi yang cenderung memonopoli barang – barang produksi mulai proses produksi sampai mekanisme pasar. Disamping itu mereka juga mengorbankan alam dengan sumber dayanya untuk di ambil kekayaanya tanpa memperdulikan sebab akibat yang akan di timbulkan dilain hari.
Selain hal tersebut yang juga menjadi faktor krisis di Indonesia adalah Ketidak adilan Hukum. Penegakan hukum dilaksanakan secara tidak adil. Mereka yang bermoral jujur justru tersungkur, dan mereka yang jahat justru selamat dan bahkan diangkat menjadi pejabat, dalam pelaksanaan penegakan hukum masih terkesan tebang pilih, siapa yang memiliki jabatan dan kekayaan akan memperoleh keadilan dan siapa yang tidak mempunyai Jabatan dan kekayaan walaupun dalam posisi benar sekalipun, akan sangat sulit untuk lari dari jeratan hukum. Salah dan benar dapt diperjual belikan.




6. Pada etika ilmu, juga berlaku pada etika penelitian. Jelaskan asumsi anda?
Penelitian dan penulisan adalah suatu kegiatan (activitas) sedangkan etika menunjukkan sikap kepribadian peneliti dan ilmu menentukan disiplin yang menjadi ukuran ketetapan etikanya sendiri.
Dalam “Ilustrated World Encylopedia” ditekankan bahwa etika mengandung ajaran mengenai apa yang dipandang benar atau salah dalam sikap seseorang dalam hubungan sosial sehari – hari. Peranan sifat ke“ilmu”an di atas, ialah bahwa disiplin, sistem dan metode ilmulah yang menentukan salah atau benarnya sikap penelitian dan penulisan dalam kegiatan penelitian dan penulisan itu sendiri.
Maka untuk mengetahui pengaruh yang menentukan itu, seharusnya digarap lebih dahulu beberapa pengertian dari bidang “filsafat ilmu”, karena dilapangan ilmu itulah kita jumpai hakikat ilmu, metode ilmu, sistem ilmu dan lain – lainnya yang bertalian dengan ilmu, dan nilai – nilai etis yang terkandung di dalam hakikat, sistem dan metode ilmu, yang selanjutnya akan mempengaruhi pola etika penelitian/penulisan.
Secara sederhana dirumuskan, bahwa seoarng Indonesia sebagai peneliti atau penulis selain tunduk pada nilai – nilai filsafat ilmu yang berlaku secara umum, juga tunduk pada nilai – nilai yang diserapnya dari ajaran pancasila. Maka jika di Indonesia hendak dikembangkan etika ilmu dalam penelitian dan penulisan, itu berarti bahwa etika yang akan membimbing si peneliti dan si penulis ialah etika ilmu yang berlaku universal yang diadaptasi sesuai dengan ajaran etis yang bersumber pada pandangan hidup bangsa Indonesia
Satu bahan perbandingan secara universal telah berkembang pandangan filsafati yang mengatakan bahwa “knowledge is power” (pengetahuan adalah kekuasaan). Namun menurut pandangan fisafati dari pancasila secara aksiologi (yakni dari segi kegunaannya). Untuk tujuan dan kegunaan apakah knowlodge yang berupa power itu, apakah untuk saling merubuhkan dan menghancurkan atau untuk membangun kesejahteraan sesama manusia.
Maka sebenarnya tidak kurang adanya nilai – nilai etik yang akan membimbing sikap peneliti dan si penulis di Indonesia yang menganut pancasila, yang di dalamnya tercakup ajaran yang mengenai kejujuran dan tanggung jawab susila penelitian dan penulisan ilmiah.
Maka tingkat etika penelitian dan penulisan di suatu kelompok sosial atau bangsa, akan menjadi ukuran sejauh mana kelompok sosial tersebut memahami nilai – nilai dan harkat ilmu dan keilmuan dan bagaimana mereka menghormati hak – hak dan otorita sesama peneliti, atau sesama penulis. Sikap ini tercemin dalam gaya penelitian dan penulisan mereka, bahkan akhirnya dapat dikatakan bahwa tingkat etika penelitian dan penulisan adalah termasuk salah satu ukuran tingkat peradapan manusia umumnya dan suatu bangsa khususnya.
Beberapa petujuk menurut filsafat ilmu
Dalam filsafat ilmu dikenal beberapa prinsip yang mengandung petunjuk etis untuk penelitian dan penulisan. Meskipun filsafat ilmu bukan suatu sumber ajaran sebagaimana agama, namun di dalamnya terdapat guidance dan nilai bombing yang perlu ditaati oleh para peneliti dan penulis karena padanya terdapat segi – segi yang bertalian dengan tuntutan untuk saling menghargai antar sesama peneliti dan penulis sebagai sumber pengetahuan.

Menurut sistem ilmu
Seorang peneliti dan penulis yang ingin mengembangkan suatu pengetahuan yang diperolehnya dari suatu sumber, untuk kemudian akan melahirkan ilmu yanh baru, lebih dahulu menjelajah ke suatu atau beberapa kumpulan pengalaman dan pengetahuan orang lain. Baik melalui penelitian lapangan atau kepustakaan.
Berarti tidak seorangpun yang mampu secara sendiri untuk tampil sebagai peneliti dan penulis apailagi sebagai ilmuan, atau untuk menampilkan sesuatu pandangan tanpa lebih dulu menjelajah pada hasil karya orang lain. Maka menjadi pertanyaan: sejauh mana ia bersifat jujur dan menghormati otorita dan hasil karya penelitian orang yang mendahuluinya itu, melalui sesuatu cara yang diperlihatkannya dalam penelitian atau tulisannya sendiri.
Apakah akan ia tampilkan pendapat, pandangan dan buah pikiran peneliti dan penulis terdahulu dan yang dijadikan bahan dasar atau premis untuk penelitian dan tulisan sendiri, atau secara hormat dan terus terang ia menyebut sumber itu dalam laporan penelitiaanya dan penulisannya. Secara terus terang, terbuka dan terhormat, selayaknya sumber – sumber itu disebut melaului sesuatu cara dalam teknis tulisan dan penelitian.






DAFTAR PUSTAKA

• Bangunan Teori. Drs. Agus Salim. 2006. Yogyakarta: Tiara Wacana
• Filsafat Ilmu dan Penelitian. Prof Dr. M Solly Lubis SH. 1994. Bandung: Mandar Maju
• Filsafat Pendidikan. Suparlan Suhartono. 2006. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
• Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Julia Brannen. 1999. Jogjakarta: pustaka belajar
• Pengantar Filsafat, Burhanuddin Salam.2003. Jakarta: Bumi Aksara
• Pengantar Filsafat Ilmu, The Liang Gie. 2004. yogyakarta: liberty
• Prosedur Penelitian, Prof. Dr. Suharsimi Arikunto.2002. Jakarta: Rineka Cipta
• Paradigma Baru Pendidikan Nasional, H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed.2004.Jakarta,PT. Rineka Cipta